Maria Syufi, Merawat Tradisi Noken dan Manik-Manik Sejak Usia 13 Tahun

Maria Syufi, terlihat serius merajut noken. Ini merupakan kesehariannya mengisi waktu kosong, Sambil tetap merawat dan melestarikan budaya merajut noken di Kota Sorong, Papua Barat Daya.

“Waktu adalah emas” itulah kata-kata yang dipegang Maria Syufi dalam menjalani kehidupannya sebagai perajut noken dan manik-manik di Kota Sorong, Papua Barat Daya.


SORONG,SUARAMATYAF.com- Maria Syufi (26) terlihat serius merajut noken. Tangan kanannya memegang benang, sedangkan tangan kirinya memegang jarum, kepalanya tertunduk dengan mata menatap setiap rajutan noken yang dibuat olehnya.

 

Pada Kamis (16/3/2023), saya mendatangi perempuan yang akrab disapa Maria ini di rumahnya. Ia terlihat begitu serius merajut noken. Inilah salah satu kemampuan yang dimiliki Maria dalam mengisi waktunya setiap hari. 

 

Tak hanya pandai merajut noken, dia juga memiliki ketrampilan lainnya, yakni membuat manik-manik testa, manik-manik silang dan manik-manik kalung.

 

“Saya merajut noken sejak usia 13 tahun. pertama kali belajar merajut noken dan manik-manik dari ibu guru bernama Damaris,” katanya sembari tangannya tetap merajut noken.

 

Awal merajut noken dan manik-manik, kata Maria memang mengalami kesulitan, tetapi dengan dorongan keingintahuan yang kuat, maka ia tetap belajar secara rutin kepada gurunya tersebut. 

 

Setelah mengetahui cara membuat noken dan manik-manik, perempuan asal Kabupaten Tambrauw, Provinsi Papua Barat Daya ini mengalami kendala uang untuk membeli bahan-bahan guna membuat noken dan manik-manik.

 

“Setelah saya tahu cara membuat noken dan manik-manik. Saya tidak bisa merajut noken dan membuat manik-manik, karena saya tidak ada uang untuk membeli bahan-bahan,”katanya sambil tetap duduk merajut noken di tangannya. 

 

Lama Buat dan Harga


Kecepatan tangan dalam merajut noken dan membuat manik-manik menjadi bekal baginya untuk membuat bermacam-macam noken dan manik-manik dengan jumlah yang banyak.

 

Dalam seminggu, Alumnus SMA Seminari Petrus Van Diepen Kabupaten Sorong, Papua Barat Daya ini bisa membuat sekitar empat noken dan empat manik-manik dengan motif yang berbeda. Bahkan, jika tidak sibuk, maka hanya membutuhkan waktu sekitar tiga hari untuk menyelesaikannya.

 

“Saya bisa buat empat noken dan empat manik-manik hanya seminggu. Kalau tidak sibuk, maka paling lama 3 hari sudah jadi,”ungkapnya.

 

Noken yang dirajut oleh perempuan kelahiran Senopi, 4 Mey 1996 ini bisa bermacam-macam motif, mulai dari tas samping, tas belakang, dompet, hingga anting-anting. 

 

Selain itu, berbagai macam manik-manik juga dibuatkan oleh Maria, seperti manik-manik silang, manik-manik testa dan manik-manik berupa kalung.

 

“saya biasa buatkan bermacam-macam noken dan manik-manik. Biayanya saya buat sesuai dengan pesanan,” ucapnya.

 

Untuk harga noken sendiri kata Alumnus SMP Seminari Petrus Van Diepen ini tergantung ukurannya. Mulai dari ukuran yang paling besar, sedang dan ukuran kecil harganya berbeda-beda.  Sementara untuk manik-manik harganya 300.000,-(tiga ratus ribu) perbuah. 

 

Untuk noken di jual dengan harga yang berbeda-beda. Noken berukuran paling kecil di jual dengan harga 50.000,- (lima puluh ribu), hingga noken berukuran paling besar di jual dengan harga 500.000,- (lima ratus ribu rupiah). 

 

“Harga noken dan manik-manik berbeda. Tergantung motif. Harganya tidak berurutan. Harganya juga tergantung ukuran,” kata Maria. 

 

Bagi Waktu dan Harapan

 

Tak hanya bekerja membuat noken dan manik-manik, Maria sehari-hari bekerja sebagai Tata Usaha (TU) di Sekolah Dasar (SD) Moria Kilo 10, Kota Sorong, Provinsi Papua Barat Daya. 

 

Meskipun demikian, dia selalu membagikan waktu dengan baik untuk tetap membuat noken dan manik-manik dalam mengisi waktunya setiap hari.

 

Baginya tidak ada waktu kosong, sebab setiap waktu adalah emas yang harus dimanfaatkan dengan sebaik mungkin dalam melaksanakan setiap pekerjaan, termasuk membuat noken dan manik-manik yang telah menjadi kebiasaannya semenjak berusia 13 tahun. 

 

“Semua waktu adalah emas, makanya saya selalu melakukan pekerjaan yang bisa menghasilkan uang, tanpa harus mengena lelah. Saya selalu membagikan waktu untuk ke sekolah dan selesai pulang sekolah saya lanjutkan dengan membuat noken dan manik-manik,” jelasnya. 

 

Penghasilan yang didapatkan dari hasil penjualan noken dan manik-manik ini digunakan untuk kebutuhan sehari-hari, baik makan dan minum di sekolah dan rumah. 

 

Maria berharap, anak-anak muda Papua Barat Daya dan anak muda Papua pada umumnya harus terus melestarikan budaya dan tidak habis di sini.

 

Dengan pekerjaan tangan yang dilakukan ini dapat membantu pendapatan sehari-hari, sehingga dapat digunakan guna memenuhi kebutuhan di dalam rumah dan bisa digunakan untuk membiayai sekolah dan kampus. 

 

“Anak-anak muda harus tahu merajut atau menganyam noken dan manik-manik, sehingga dapat memperluas usaha membuat noken dan manik-manik kedepan,” harapnya. 

 

Maria sendiri tak menutup kemungkinan, akan membantu melatih anak-anak muda untuk merajut noken dan membuat manik-manik, sehingga kedepan mandiri dan bisa menghasilkan uang sendiri dari hasil usaha membuat noken dan manik-manik tersebut.

 

Bagi Maria semakin banyak anak-anak muda yang tahu merajut noken dan membuat manik-manik, maka akan membantu melestarikan budaya dan dapat membantu menyambungkan hidup sehari-hari dalam keluarga. 

 

“Anak-anak muda harus tahu merajut atau menganyam noken dan manik-manik. Saya juga siap untuk melatih anak-anak muda Papua untuk bisa membuat noken dan manik-manik,” ujarnya.


Penulis    : Lidia Ajambuani

Editor       : Mutiara Lembah

Posting Komentar

0 Komentar

DPP ICAKAP Siap Gelar Rakernas ke IV di Kota Sorong, Papua Barat Daya