Bawa Materi di Rakor MRP se-Tanah Papua, Ini Respon ARK Soal Rekomendasi MRP Terkait Memproteksi Hak Orang Asli Papua

Anggota DPRD Provinsi Papua Barat Fraksi Otsus, Agustinus R. Kambuaya atau yang akrab disapa ARK, saat memberikan materi disela-sela kegiatan Rakor MRP se-tanah Papua yang berlangsung di Kota Sorong, Papua Barat Daya, Kamis (28/3/2024).

SORONG, SUARAMATYAF.Com- Majelis Rakyat Papua (MRP) se-Tanah Papua telah menyepakati 9 poin rekomendasi, guna memproteksi hak-hak orang asli Papua (OAP) yang berkaitan dengan politik, saat menggelar Rapat Koordinasi (Rakor) yang berlangsung Kamis, (28/3/ 2024).

Salah satu rekomendasi MRP se-Tanah Papua adalah mendorong gubernur dan wakil gubernur, bupati/wakil bupati dan walikota dan wakil walikota harus orang asi Papua (OAP).

Menyanggapi hal ini, Anggota DPRD Provinsi Papua Barat dari Fraksi Otonomi Khusus (Otsus), Agustinus R. Kambuaya menjelaskan bahwa pertemuan MRP se-tanah Papua yang berlangsung di Kota Sorong, Provinsi Papua Barat Daya telah menyepakati poin penting tentang hak dasar politik orang asli Papua (OAP).

Menurut pria yang akrab disapa ARK ini bahwa dalam pertemuan MRP se-tanah Papua ini telah menyepakati 9 poin rekomendasi, salah satunya adalah gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati dan walikota/wakil walikota adalah orang asli Papua yang berasal dari ras rumpun Melanesia dari suku-suku asli Papua yang berdiam di atas 7 wilayah adat, terutama yang bapak dan mamanya asli Papua, bapak papua dan mama berasal dari luar Papua sesuai dengan prinsip patriarki garis keturunan ayah.

Baca juga:  Proteksi Hak Orang Asli Papua, MRP se-Tanah Papua Hasilkan 9 Rekomendasi

“Kesepakatan ini sedang menjadi diskusi banyak pihak,” jelasnya dalam keterangan tertulis yang dikutip suaramatyaf.com, Minggu (31/3/2024).

ARK memberkan bahwa negara telah menghormati keberadaan orang asli Papua (OAP) dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pasal 18 A dan B Undang-Undang Dasar (UUD) Tahun 1945 menyebtkan bahwa negara mengakui satu-satuan sosial yang bersifat khusus dan istimewa.

Lebih lanjut kata ARK, Indonesia sebagai nusantara, ada 17000 pulai dengan latar belakang etnis, entitas sosal budaya dan politik telah menyatu dalam satu kesatuan politik nasional. Meski masyarakat adat, raja, raja, para pemimpin-pemimpin suku telah memberikan wewenang kepada negara untuk membentuk negara modern

“Negara modern yang lahir juga mengakui keberadaan warga negara di berbagai wilayah dengan kekhususan dan keistimewannya,” bebernya.

Baca juga:  Usai Dilantik, Ini Kata Wakil Ketua II MRPBD, Paulinus Baru

Anggota DPD RI Perwakilan Provinsi Papua Barat Daya terpilih ini menyebutkan bahwa mengapa negara menghargai posisi dan keberadaan daerah khusus dan istimewa. Hal ini karena berbeda antara (indigenious) pribumi adalah mendeskripsikan seseorang atau sesuatu yang telah menjadi milik mereka selama ribuan atau jutaan tahun atau sebelum orang lain terjadi.

Sedangkan, bagi (citizen) warga negara yang dimaksud dengan seseorang yang telah lama tinggal di suatu negara dan dapat menggunakan hak-hak warga negara tersebut.

“Upaya untuk mendorong kepemimpinan pemerintahan daerah Papua gubernur/wakil gubernur, walikota/wakil walikota dan bupati/wakil bupati orang asli Papua merupakan wujud nyata mengenali atau pengakuan negara terhadap keberadaan wilayah, suku,etnis dan entitas sosial budaya yang berbeda, tetapi menerima NKRI sebagai suatu bentuk negara bersama dengan wilayah yang berbeda-beda,” sebut ARK.

Dia menyatakan, dorongan adanya pengakuan kepemimpinan daerah yang mengutamakan masyarakat adat sebagai subjek utama, merupakan upaya memperkuatisme NKRI dalam satu semangat kepemimpinan nasional.

Baca juga:  Usai Coblos, Begini Kata Anggota MRP-PBD Soal Situasi Pemilu di Kabupaten Tambrauw

Oleh karena itu, bagi ARK upaya yang dilakukan oleh MRP se-tanah Papua ini bukan merupakan upaya persetujuan bagi saudara/i ​​nusantara atau non Papua di atas tanah Papua. Tetapi ini merupakan wujud dari UUD 1945 Pasal 18 A dan B, dimana negara kembali menghargai keberadaan entitas adat budaya dan wilayah yang telah mengintegrsikan diri kedalm negara Indonesia modern.

“Keadilan sosial dan keadilan politik bagi orang asli Papua sebagai warga negara Indonesia akan menjadi nafas dan nyawa bagi tumbuhnya nasionalisme NKRI diatas tanah Papua. Ini penting agar ketakutan kita tentang NKRI harga mati itu tidak menjadi beban kerja keamanan dan politik kedepannya,” ujar ARK.

“Slogan NKRI harga mati harus diubah menjadi harga hidup. Hidup artinya tidak statis, selalu dinamis mengikuti dinamika sosial, tanpa mengubah landasan utama 4 pilar kebangsaan,” tutupnya. (Fredik).

Posting Komentar

0 Komentar

DPP ICAKAP Siap Gelar Rakernas ke IV di Kota Sorong, Papua Barat Daya